Praktik main tilep hak honorer adalah cerita klasik yang kerap terjadi pada SKPD tertentu. Modus praktik main tilep ini pun bermacam-macam. Misalnya sang honorer sudah bertanda tangan untuk menerima duit, namun duit yang ditunggu-tunggu itu justru terpotong bahkan terkadang tak diterima sama sekali.
Begitupun ketika anggaran untuk tenaga honorer yang tertera jelas dalam DPA, menjadi tidak jelas kemana rimbanya, digunakan untuk apa dan digunakan oleh siapa.
Kondisi ini hanya bisa membuat honorer itu mengeluh dan tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya bisa bercerita tentang apa yang terjadi kepada sesama rekannya.
Kini, cerita itu akhirnya menyeruak ke permukaan dan sampai di telinga Bupati Samsurizal Tombolotutu. Tak ayal, Bupati pun bereaksi. Bupati kemudian memerintahkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Ekka Pontoh untuk menelusuri borok di jajarannya ini. Bupati juga mewanti-wanti para pejabat di SKPD agar jangan mencoba-coba mengambil hak tenaga honorer. Apabila dikemudian hari terdapat pejabat yang berani mengambil hak honorer, Bupati mengaku tidak akan segan-segan memberhentikan dari jabatannya.
Bupati Samsurizal Tombolotutu memang harus mengambil langkah tegas untuk menyikapi praktik merugikan honorer itu. Betapa tidak, honorer yang diketahui hanya mendapat duit receh dari hasil kerja kerasnya, justru ditilep oleh oknum yang tak bertanggungjawab dan tak berperi kemanusiaan. Nasib honorer semacam ini, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sungguh miris, tragis dan memprihatinkan.
Bupati, Wakil Bupati maupun Sekda tentu tak boleh membiarkan kondisi ini terus terjadi. Tenaga honorer tak boleh menjadi ‘Sapi perah’ bagi oknum tertentu yang hanya tahu marah, menyuruh kerja dan sok pejabat. Atas dasar kemanusiaan, maka
Bupati, Wakil Bupati maupun Sekda harus segera memutus dan menghentikan praktik culas di jajarannya ini.***