“Tidak serta-merta memiliki serifikat langsung bisa mengelola. Semua usaha yang berdampak merusak semua sumber daya alam termasuk kerusakan lingkungan harus bermohon izin. Sambil menunggu izin turun, petambak harus mengembalikan fungsi hutan mangrove dengan upaya menanam bibit kembali,”
PARIGI MOUTONG – Telah melakukan pembabatan hutan mangrove seluas 20 hektar di Desa Malakosa Kecamatan Balinggi, pengusaha tambak, Hamzah, siap mengganti rugi kerusakan lingkungan dengan cara mereboisasi (penanaman kembali) bibit mangrove disekitar lokasi.
“Hamzah sudah mengaku telah membabat hutan mangrove. Dia berjanji akan menanam kembali bibit mangrove. Berdasarkan laporan yang masuk yang bersangkutan sudah mulai menanam,” ujar Kepala Dinas Pengelolaan Linkungan Hidup (DPLH) Parigi Moutong, Efendi Batjo kepada Songulara, Senin (28/8).
Menurut Efendi, jika mengacu Undang-undang (UU) Nomor:32 tentang ligkungan hidup, apapun usaha yang berdampak pada lingkungan, harusnya sudah mengantongi izin lingkungan. Walaupun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diperkenankan untuk kawasan budidaya perikanan, tetapi mekanisme permohonan izin tetap harus dilakukan.
“Tidak serta-merta memiliki serifikat langsung bisa mengelola. Semua usaha yang berdampak merusak semua sumber daya alam termasuk kerusakan lingkungan harus bermohon izin. Sambil menunggu izin turun, petambak harus mengembalikan fungsi hutan mangrove dengan upaya menanam bibit kembali,” terangnya.
Pihak kata dia telah melaporkan kegiatan penanaman kembali ke bupati dan laporannya akan dievaluasi kembali. Apabila proses reboisasi itu tidak dilakukan, maka DPLH akan menindak lanjuti hal tersebut ke ranah hukum.
Kepala Seksi Penegakan Hukum Lingkungan DPLH Parigi Moutong, Muhammad Idrus menambahkan jika ganti rugi lingkungan tidak dilakukan pihak terkait itu akan masuk ranah pidana.
Sebab pihak terkait telah membabat tanpa disertai izin lingkungan, walaupun lokasi tersebut tidak menyalahi RTRW.
Sebelumnya, Hamzah mengaku telah mendapat rekomendasi dari mantan Gubernur Sulteng, HB Paliudju, untuk pengolahan lahan budidaya tambak sekitar 500 hektar. Dari situlah kemudian muncul seritifikat lahan. Hanya saja DPLH Parigi Moutong tidak pernah melihat model sertifikat termasuk mengeluarkan izin pengolahan lahan tambak. AKSA