“Dengan adanya SK KAT ini nantinya, mereka sudah tidak masuk lagi dalam kategori masyarakat miskin, karena mereka sudah memiliki kategori sendiri. Tidak bisa juga kita katakan mereka itu miskin dari melihat kondisi fisiknya seperti itu, karena mereka sudah merasa nikmat dengan kondisinya,”
PARIGI MOUTONG – Bupati Parigi Moutong, Samsurizal Tombolotutu, berupaya menargetkan pengurangan setengah jumlah angka kemiskinan penduduk di daerah ini, tahun 2018.
Pengurangan angka kemiskinan tersebut dalam bentuk usulan ke pemerintah pusat melalui Kementrian Sosial, untuk penerbitan Surat Keputusan (SK) tentang penetapan Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Parigi Moutong.
Menurut Bupati, saat ini angka kemiskinan di Kabupaten Parigi Moutong berada dikisaran 18 persen dari total jumlah penduduk yang ada. 8 hingga 10 persen angka penduduk miskin itu katanya, didominasi oleh masyarakat yang umumnya bermukim di wilayah pegunungan dan kerap berpindah-pindah tempat tinggal.
“Insya Allah bila SK-nya sudah diterbitkan, maka secara otomatis angka kemiskinan Parigi Moutong juga akan berkurang signifikan. Angka ini tentunya juga akan mempengaruhi penurunan angka kemiskinan di Propinsi Sulteng,” ujar Samsurizal kepada Songulara, Kamis (18/1).
Upaya pengurangan via penerbitan SK tentang KAT ini lanjut Samsurizal, sebenarnya sudah pernah dilakukan sejumlah daerah di Indonesia. Sebut saja kata dia seperti yang dilakukan di Kabupaten Luwu Utara, Banten, Kepulauan Mentawai, Propinsi Jambi dan suku Dayak di Kalimantan.
Terkait proses itu, pihaknya tengah bekerjasama dengan tim dari Universitas Tadulako (Untad) untuk menyusun usulan pengurangan tersebut. Informasi terbaru yang Ia peroleh, saat ini kurang lebih 8 persen data dari total angka kemiskinan Parigi Moutong yang sudah masuk.
Bahkan tidak menutup kemungkinan persentase angka ini akan bertambah hingga mencapai 10 persen. Proposal usulan ini ditergetkan bisa selesai dalam empat bulan kedepan dan diupayakan bisa segera diusulkan tahun ini juga.
“Mudah-mudahan tidak ada kendala, sehingga upaya pengusulannya bisa sesuai dengan rencana awal,” katanya.
Mengacu tentang kondisi rill masyarakat yang bermukim dipegunungan seperti Suku Bela di Utara dan komunitas adat Suku Ledo yang bermukim di wilayah pegunungan Sausu tambah Samsurizal, sebenarnya tidak terkategorikan masyarakat miskin.
Sebab bagaimana pun upaya yang dilakukan pemerintah dan para pihak untuk merubah pola hidup mulai dalam bentuk pemberian bantuan seperti pemukiman dan lainnya, mereka tetap saja hidup dengan cara mereka sendiri.
Demikian halnya dari sisi mata pencaharian. Biasanya masyarakat adat tersebut ketika turun ke kota menjual hasil panen, tidak jarang ada yang membawa uang hingga jutaan rupiah. Hanya saja mereka terkadang kurang mampu memanfaatkan uangnya.
“Tidak jarang hasil penjualan tersebut mereka simpan di bawah bantal, karena belum terbiasa menabung di bank dan sebagainya”.
Demikian halnya dengan kondisi bermukim. Umumnya kata Samsurizal, mereka berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lainnya. Sebut saja seperti masyarakat adat yang ada di wilayah utara tidak jarang berpindah tempat tinggal di kabupaten tetangga seperti di Kabupaten Donggala dan daerah lain.
Sehingga tidak menutup kemungkinan data diri mereka menjadi dobel, karena terdata sebagai masyarakat Kabupaten Parigi Moutong, dan dipendataan lain terdata sebagai masyarakat kabupaten lain seperti Donggala.
“Dengan adanya SK KAT ini nantinya, mereka sudah tidak masuk lagi dalam kategori masyarakat miskin, karena mereka sudah memiliki kategori sendiri. Tidak bisa juga kita katakan mereka itu miskin dari melihat kondisi fisiknya seperti itu, karena mereka sudah merasa nikmat dengan kondisinya,” terangnya. KLID