PARIGI MOUTONG – Peternak di Kabupaten Parigi Moutong, menanggung kerugian hingga puluhan juta akibat serangan virus African Swine Fever (ASF) pada ternak babi dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.
“Kami pasrah dengan musibah ini. Segala pengobatan dan berbagai suntikan telah dilakukan agar ternak babi bisa sehat, malah celat matinya,” keluh peternak di Desa Tindaki, Kecamatan Torue, Ketut Kardiasa, ditemui, Kamis, 8 Juni 2023.
Ia mengaku, telah mengetahui virus ASF dari dokter hewan, akan menyerang babi para peternak, saat mengikuti seminar beberapa waktu lalu.
Langkah antisipasi pun telah dilakukannya, agar usaha peternakannya dapat bertahan di tengah virus terus menyerang ternak babi milik kawan seprofesinya.
“Memang obat dan vaksin untuk virus ini tidak ada. Makanya, ketika satu ternak saya terserang ASF, seluruhnya ikut mati,” kata dia.
Saat ini, kata dia, ternak babi miliknya tersisa satu ekor, namun tidak bisa dipastikan mampu bertahan.
Sebelumnya, Ketuk Kardiasa memiliki 9 ekor babi dengan berat 40 kilogram, 5 ekor lainnya seberat 19 kilogram dan 5 ekor anakan.
Menurutnya, babi miliknya tidak mati secara mendadak, namun bertahap selama 12 hari hingga mati.
Selama puluhan tahun beternak babi, ia mengaku selalu menyuntikan antibody. Kali ini, virus cepat berkembang setelah diobati.
“Kalau sakit, biasa dikasih vitamin, disuntik langsung sehat. Ini malah cepat matinya,” katanya.
Bahkan, virus ASF juga meyerang ternak babi di blok sebelah, yang sengaja dipisahkan agar tidak tertular.
Dia menaksir kerugian yang dialaminya sekitar Rp 50 juta, karena untuk satu ekor indukan dibelinya seharga Rp5,5 juta dan berat 30 kilogram seharga Rp3,3 juta.
“Belum lagi anakan, berapa ekor itu, harganya kan semakin besar semakin tinggi,” tuturnya.
Hal yang sama juga dialami Made Roy, peternak di Desa Balinggi, Kecamatan Balinggi. Ia merugi sebesar Rp60 juta, dan belum merasakan hasil, karena baru merintis usaha ternak babi.
“Ternakku baru saya rintis dengan modal Rp60 juta, sama sekali belum dapat hasilnya,” katanya.
Saat ini, ia belum berani membeli bibit ternak untuk memulai kembali peternakan miliknya, karena takut virus akan kembali menyerang.
Apalagi kata dia, hingga saat ini belum ada langkah jelas yang dilakukan oleh pemerintah setempat, untuk menangani wabah tersebut.
“Mungkin ada penyaluran vaksin, tapi belum semua dapat. Apalagi kami peternak skala kecil,” pungkasnya.*